Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (dok. Humas Kemenkeu)
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 26 Februari 2020 :
Reksadana Syariah
Kinerja reksadana syariah berjenis pendapatan tetap dan pasar uang merespons lebih baik penurunan suku bunga. Alhasil, kinerja kedua reksadana syariah tersebut unggul dibandingkan dengan reksadana sejenis yang konvensional.
Seperti dikutip Kontan, per 21 Februari 2020, sejak awal tahun, reksadana pendapatan tetap syariah yang tercermin dalam Infovesta Sharia Fixed Income Fund Index mencatatkan imbal hasil positif tertinggi di antara jenis reksadana lainnya baik konvensional dan syariah. Pertumbuhan yang unggul tersebut mencapai 3,2 persen.
Selama setahun terakhir, reksadana pendapatan tetap syariah juga mencatatkan return 12,53 persen. Kinerja itu jadi yang tertinggi melebihi kinerja reksadana pendapatan tetap konvensional yang hanya return 10,52 persen di periode yang sama.
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, mengatakan kinerja reksadana pendapatan tetap syariah bisa lebih tinggi dari reksadana pendapatan tetap konvensional karena aset dasar sukuk secara umum memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dari surat utang konvensional.
"Peminat sukuk itu terbatas, agar menarik biasanya imbal hasil sukuk akan lebih tinggi dari surat utang konvensional," kata Wawan, Selasa (25/2).
Selain dari tingkat kupon atau imbal hasil yang sudah lebih premium, penurunan suku bunga juga diproyeksikan akan lebih baik direspons oleh sukuk dari pada surat utang konvensional seperti Surat Utang Negara (SUN).
Wawan mengatakan kenaikan harga sukuk dalam merespons penurunan suku bunga bisa lebih tinggi karena kembali lagi peminat sukuk terbatas. Apalagi yang menerbitkan sukuk juga jauh lebih sedikit dari SUN, sehingga ketika suku bunga turun, harga sukuk naiknya lebih tinggi.
Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen, Ezra Nazula, mengatakan reksadana pendapatan tetap memiliki underlying sukuk yang permintaannya semakin naik seiring dengan turunnya yield obligasi konvensional.
"Alhasil, investor beralih berbondong beli sukuk sebagai contoh permintaan lelang sukuk pemerintah yang terakhir naik ke level Rp60 triliun," kata Ezra.
Ezra memproyeksikan kinerja reksadana pendapatan tetap bisa tetap tumbuh mengingat tren penurunan suku bunga yang terus berjalan di tengah kondisi makro ekonomi yang stabil.
"Imbal hasil obligasi syariah berpotensi turun ke level 6,25 persen-6,5 persen untuk tenor 10 tahun," kata Ezra.
Aset Safe Haven
Aset investasi yang dianggap lebih aman (safe haven instrument) saat ini tentu menjadi perhatian utama pelaku pasar keuangan seiring dengan meningkatnya kekhawatiran penyebaran virus corona Wuhan (Covid-19) dan angka kematian yang disebabkannya.
Risiko lain yang mungkin memicu kenaikan nilai dari safe haven instrument adalah tekanan dalam pasar keuangan, ketidakjelasan politik, dan sentimen daya beli konsumen.
Mengutip CNBC Indonesia, tidak sedikit instrumen safe haven yang dapat disasar dan menjadi sarana diversifikasi serta lindung nilai (hedging) ketika harus menghadapi risiko yang membesar. Beberapa di antara instrumen tersebut adalah mata uang (dolar AS dan yen Jepang), emas, serta obligasi pemerintah.
Untuk melihat korelasi dari risiko terhadap masing-masing instrumen safe haven itu, mari kita perhatikan definisi, pergerakan harga, serta nilai instrumen tersebut sejak virus corona Wuhan mulai meradang di awal tahun ini.
Mata uang
Nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan yen Jepang tentu menjadi pilihan utama ketika investor ingin melindungi sebagian nilai uang rupiah yang kita miliki.
Greenback, sebutan lain bagi dolar AS, lumrah dijadikan sasaran investasi secara luas ketika terjadi gejolak karena penggunaannya yang sangat luas, alias dapat diterima hampir di semua negara di dunia sehingga sering dijuluki mata uang internasional.
Dukungan besarnya ekonomi AS dan sering membanggakan diri sebagai yang terbesar di dunia, terlihat dari PDB senilai US$20.513 triliun, maka greenback juga berada di atas angin dan mencerminkan risiko terhadap negara pembuatnya.
Namun, tidak demikian dengan yen. Meskipun menukar yen tidak semudah menukar dolar, yen dianggap safe haven karena status Jepang memiliki suplus current account yang besar sehingga memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.
Selain itu Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditor terbesar di dunia. Jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.
Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia.
Saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat ini, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut dan yen menjadi menguat.
Selain dolar AS dan yen, franc Swiss juga sering dianggap sebagai mata uang safe haven, tetapi pengaruhnya masih lebih kecil dibanding dolar AS, yen, emas dan obligasi.
Emas
Berdasarkan sejarahnya, emas merupakan alat hedging paling tradisional di dunia. Setiap kali ada risiko yang meningkat, keunggulan utama emas yaitu dari likuiditas akibat ketergantungan historis dan penerimaan publik yang luas pada produk tersebut.
Nilai aset tersebut juga diharapkan beriringan dengan inflasi untuk jangka waktu yang lama serta dipercaya sebagai alat penyimpan nilai atau store of value. Selain itu, nilai emas juga tidak dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga yang ditetapkan pemerintah.
Meskipun demikian, ada sejumlah risiko terhadap investasi emas fisik batangan, seperti risiko kehilangan dan pencurian. Karena itu, investasi emas dalam jumlah besar memerlukan biaya lebih bila ingin aman, seperti menyewa brankas di bank atau di pegadaian.
Sejak awal tahun, selain menguat, tren pergerakan harga emas juga bertolak belakang dibanding dolar AS, mengingat greenback adalah mata uang dari emas global.
Dari awal tahun, kenaikan harga emas masih lebih besar dibanding yen dan bahkan dolar AS, yaitu 9,11 persen menjadi US$1.655,2 per troy ounce (oz) dari posisi akhir 2019 US$1.517,01/oz.
Obligasi Pemerintah
Salah satu instrumen safe haven adalah obligasi pemerintah, dan yang paling banyak disasar ketika risiko dunia sedang tinggi adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah AS, yang biasa disebut US Treasury. Untuk obligasi AS yang bertenor pendek, atau di bawah 1 tahun, biasa disebut T-Bills.
Alhasil, peningkatan harga dari US Treasury yang mencerminkan instrumen itu sedang diburu di pasar, biasanya juga mencerminkan adanya risiko yang meningkat di dunia. Secara umum, di pasar efek utang, penguatan harga obligasi akan disertai dengan penurunan tingkat imbal hasil (yield) sehingga pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Ketika harga naik maka akan menekan yield obligasinya turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Sejak awal tahun, harga obligasi pemerintah AS memang naik seiring dengan risiko virus corona yang masih membayangi sampai sekarang. Kenaikan harga itu menekan yield-nya di pasar hingga membuatnya turun 52 basis poin (bps) menjadi 1,39 persen dari 1,91 persen.
Seiring dengan US Treasury, naiknya harga obligasi pemerintah negara lain di dunia baik negara maju maupun negara berkembang, juga menjadi indikator jika risiko di pasar keuangan sedang meninggi. Namun, tidak demikian dengan obligasi di dalam negeri.
Karena faktor kepemilikan investor asing yang besar di pasar Surat Utang Negara (SUN) domestik, serta risiko yang seimbang antara pasar ekuitas dan obligasi di dalam negeri, maka pergerakan obligasi di dalam negeri lebih sering beriringan dengan pasar saham, tidak berkebalikan seperti di negara lain.
Meskipun patut menjadi safe haven instrumen, jangan lupa juga bahwa diversifikasi ke instrumen yang dianggap jenis awal tersebut juga harus disertai penghitungan terhadap total investasi dan total investasi di pasar modal. Lumrahnya, porsi investasi di emas ataupun instrumen hedging lain masing-masingnya tidak disarankan melebihi 10 persen. Saran tersebut mengingat hedging diniatkan sebagai diversifikasi karena arah pergerakan pasar keuangan dan pasar saham masih tetap lebih menjanjikan ke depannya.
OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan reformasi Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) demi meningkatkan standar pengaturan dan kualitas pengawasan di sektor ini. Salah satunya dengan melakukan rating atau penilaian tingkat kesehatan di tiga sektor yakni asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun.
Deputi Komisioner Pengawas IKNB I OJK, Anggar B. Nuraini, menjelaskan penilaian tingkat kesehatan keuangan sebelumnya hanya memperhitungkan profil risiko perusahaan. Selain itu, OJK akan menambah beberapa aspek penilaian tingkat kesehatan yang mengadopsi dari perbankan.
"Kami juga melihat nilai pemodalan, liabilitas, tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dan profil risiko. Mereka akan menyampaikan hal tersebut kepada OJK," kata Anggar.
Setelah itu, regulator akan melakukan penilaian kemudian tindakan pengawasan dan pemantauan. Misalnya saja, dalam industri pembiayaan OJK membaginya dalam lima tingkat kesehatan. Rating satu (sangat baik), dua (sehat), tiga (cukup sehat), empat (kurang sehat) dan lima (tidak sehat).
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Indra mengatakan lembaga jasa keuangan wajib melakukan penilaian sendiri yakni paling kurang setiap tahun hingga posisi akhir Desember serta melakukan pembaruan penilaian jika diperlukan. Hasil penilaian tersebut wajib disampaikan kepada dewan komisaris dan OJK.
"OJK juga melakukan penilaian tingkat kesehatan setiap tahun untuk posisi akhir Desember dan melakukan perbaruan penilaian sewaktu-waktu jika diperlukan berdasarkan hasil pemeriksaan. Laporan berkala ini disampaikan kepada lembaga jasa keuangan non-bank dan informasi lain," jelasnya.
Adapun faktor penilaian industri pembiayaan mencakup tata kelola perusahaan yang baik, profil risiko, pemodalan, pendanaan dan rasio rentabilitas. Penilaian tersebut baik secara individu dan konsolidasi. Setelah itu, terdapat tindak lanjut penilaian serta penyampaikan rencana kerja perusahaan kepada OJK.
Meski demikian, regulator akan melakukan pembinaan terhadap perusahaan yang berstatus kurang sehat dan tidak sehat. Untuk status kurang sehat, wajib menerapkan rencana bisnis untuk mengatasi masalah keuangan, menyampaikan rencana tindak lanjut dan daftar pihak terkait secara lengkap.
Penyehatan ini berlaku paling lama satu tahun. Dalam hal ini, OJK bisa menjatuhkan sanksi tertulis serta melakukan uji kelayakan dan kepatuhan ulang kepada direksi dan dewan komisaris perusahaan.
Jika berstatus tidak sehat, perusahaan wajib menambah modal disetor, dilarang mengganti pemegang saham pengendali (PSP) dan pemilik saham lebih dari 10 persen. Kemudian menyampaikan laporan keuangan terkini, proyeksi keuangan, serta daftar debitur dengan outstanding lebih dari 80 persen portofolio perusahaan pembiayaan.
Pada status ini, terdapat penetapan restrukturisasi perusahaan, pembatasan kegiatan usaha jika dinilai kondisi memburuk dan terjadi pelanggaran ketentuan. Serta dikenakan sanksi tertulis serta melakukan uji kelayakan dan kepatuhan ulang kepada direksi dan dewan komisaris perusahaan.
Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan instrumen fiskal yang dirilis Kementerian Keuangan dalam rangka menghadapi risiko penyebaran virus corona. Insentif-insentif dimaksud bertujuan untuk mendukung konsumsi, investasi dan sektor pariwisata.
Dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/2/2020), Sri Mulyani mengemukakan pertama, 15,2 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) akan mendapatkan tambahan uang Rp50 ribu menjadi Rp200 ribu.
"Naik 30 persen. Anggaran yang dipakai selama enam bulan ini Rp4,56 triliun, dimulai Maret. Mereka akan langsung mendapatkan kenaikan," ujar Sri Mulyani seperti dikutip CNBC Indonesia.
Kedua, subsidi bunga perumahan dan uang muka. Nilainya Rp 800 miliar untuk subsidi selisih bunga selama 10 tahun di mana bunga yang dibayar konsumen hanya 5 persen dan Rp700 miliar untuk subsidi uang muka KPR.
"Dengan tambahan ini akan ada tambahan 175 ribu unit rumah baru yang dibangun karena ada permintaan. Sehingga total penyaluran KPR untuk MBR 330.000 unit rumah," kata Sri Mulyani.
Ketiga, insentif untuk mendukung pariwisata. Pemerintah pusat, menurut dia, memberikan tambahan anggaran Rp298,5 miliar untuk insentif kepada maskapai dan travel agent. Tujuannya dalam rangka mendatangkan wisatawan asing.
Sedangkan untuk wisatawan dalam negeri akan diberikan insentif Rp443,9 miliar dalam bentuk diskon harga tiket 30 persen. Diskon itu berlaku untuk 25 persen jumlah seat dari pesawat yang hendak menuju 10 destinasi wisata.
Keempat, pemerintah menihilkan pajak hotel dan restoran di 10 destinasi wisata dari Danau Toba hingga Manado. Sebagai gantinya, pemerintah akan memberikan subsidi atau hibah ke pemerintah daerah terdampak senilai Rp3,3 triliun.
"Dalam APBN akan ada Rp147 miliar, DAK fisik pariwisata yang saat ini belum mampu digunakan daerah akan dikonversi ke hibah sehingga daerah bisa memacu pariwisata," kata Sri Mulyani.
(AM)
"obral" - Google Berita
February 26, 2020 at 10:04AM
https://ift.tt/3a6Ysg9
Berita Hari Ini : Kinerja Reksadana Syariah Positif, Sri Mulyani Obral Insentif - Bareksa.com
"obral" - Google Berita
https://ift.tt/2T6flSP
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Berita Hari Ini : Kinerja Reksadana Syariah Positif, Sri Mulyani Obral Insentif - Bareksa.com"
Post a Comment